Pelajari apa yang belum pernah kau pelajari selama kau masih mampu melakukannya

11 March 2012

Peranan Perbankan Dan Perekonomian Di Indonesia


PENDAHULUAN
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Peranan Perbankan dan Perekonomian di Inonesia. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas softskill mata kuliah Ekonomi Koperasi
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bekasi, 11 Maret 2012



Diah Ayu









Peranan Perbankan Dan Perekonomian Di Indonesia
Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena :
1.      Peranan Bank Dalam Pembangunan Nasional
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat. Demikian pula akan membuka dan memperluas lapangan atau kesempatan kerja. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di dalam masyarakat. Kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperbesar dan memperlancar arus barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat.

2.      Peranan Bank dalam Pembagian Pendapatan Masyarakat
Dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat. Kredit merupakan sarana yang ampuh bagi mereka yang memperolehnya, sebab dengan memperoleh kredit seseorang dapat menguasai faktor-faktor produksi untuk kegiatan usahanya. Makin besar kredit yang diperoleh, makin besar pula faktor produksi yang dikuasai, sehingga makin besar pula bagian pendapatan masyarakat yang dapat diraihnya. Sehubungan dengan itu melalui sistem perbankan yang kita miliki dan kebijakan perkreditan yang tepat bank dapat melaksanakan fungsinya dalam membantu pemerintah untuk memeratakan kesempatan berusaha dan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat turut mewujudkan masyarakat yang kita cita-citakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1.    Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2.    Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

3.    Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4.    Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5.    Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6.    Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya.

            Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan  tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.  Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang  bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan  melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR,  Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Bank Indonesia Dalam Mengendalikan Jumlah Uang Beredar
Suatu Negara yang modern dapat dilihat dari peranan perbankan yang sangat dominan dalam memajuan perekonomian. Perbankan yang sehat baik secara individu maupun secara komunitas sangat berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian suatu Negara. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagimana diamanatkan undang-undang untuk menjaga aktivitas perbankan dengan berbagai regulasi agar sistem perbankan menjadi lebih baik.
Menjaga kestabilan moneter merupakan tugas Bank Indonesia untuk menjamin peredaran uang sesuai dengan yang diperlukan guna mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa mengakibatkan inflasi tinggi.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan Bank Indonesia dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pada umumnya kegiatan perekonomian yang diinginkan oleh otoritas moneter adalah tercapainya stabilitas ekonomi makro.
Besaran moneter yang perlu dikendalikan terdiri dari jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) dan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), serta kredit, karena ketiga unsur tersebut akan  memengaruhi  jumlah uang beredar. Sedangkan perkembangan perekonomian yang diinginkan oleh otoritas moneter adalah stabilitas ekonomi makro yang tercermin, antara lain oleh:
  1. stabilitas harga (inflasi yang relatif rendah);
  2. membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi yang tinggi);
  3. luasnya kesempatan kerja yang tersedia (tingkat pengangguran yang semakin menurun).
Peranan Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran
Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peranan penting dalam sistem pembayaran. Ada beberapa pihak yang terlibat di dalam sistem pembayaran yaitu pihak yang menyelenggarakan sistem pembayaran, pihak yang mendukung sistem pembayaran, pihak yang memberikan jasa dalam sistem pembayaran, dan pihak yang mengatur serta mengawasi sistem pembayaran.
Peranan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran sangat luas, karena sebagai operator, regulator, dan sekaligus sebagai pengawas. Hubungan bank sentral dengan sistem pembayaran setiap Negara memiliki kadar yang berbeda, ada yang memiliki keterlibatan tinggi (Indonesia), dan ada yang sedikit (Hongkong).



Peranan bank sentral dalam sistem pembayaran dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Peran Bank Sentral Dalam Sistem Pembayaran
Negara
Keterlibatan
Hubungan Dengan Sistem Pembayaran
Hongkong
Sedikit
Memberi saran dalam regulasi
Perancis
Sedikit
Pengawas
Brunei
Sedikit
Dilakukan oleh Brunei Association of  Banks
USA
Sebagian
Pengawas dan Operator
Inggris
Sebagian
Pengawas dan Operator RTGS
Belanda
Sebagian
Pengawas dan Operator
Indonesia
Ya
Operator, Regulator, dan Pengawas
Jepang
Ya
Operator dan Pengawas
Malaysia
Ya
Kliring dan Transfer Elektro
Saudi Arabia
Ya
Operator dan Pengawas
Sumber: Maxwell, et all. (1996). Chandavarkar (1996). BIS dalam Tri Subari SM,        dan Ascarya (2003).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan UU. No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, wewenang mengatur, mengawasi, dan memberi atau mencabut izin berdirinya bank mutlak menjadi wewenang Bank Indonesia.  Luasnya cakupan tugas dan wewenang Bank Indonesia menimbulkan kerentanan akan keefektifan khususnya tugas pengawasan. Mengingat begitu banyaknya bank-bank umum dan Bank Prekreditan Rakyat yang harus diawasi. Maraknya kasus perbankan seperti kasus Bank Century, City Bank, dan pembobolan bank oleh orang dalam menunjukkan lemahnya system intern bank itu sendiri dan pengawasan oleh Bank Indonesia.
Oleh sebab itu, timbul gagasan tugas pengawasan perbankan diserahkan ke lembaga khusus. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang yang pembentukannya dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Tetapi sampai dengan akhir tahun 2010, lembaga yang rencananya akan diberi nama  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum terbentuk.
Tarik menarik kepentingan antara Bank Indonesia dengan pihak-pihak lain terus terjadi, sehingga terbentuknya OJK berjalan dengan alot. Rencanana OJK tidak hanya bertugas mengawasi sektor perbankan, tetapi juga jasa keuangan lainnya seperti: asuransi, dana pensiun, bursa efek, bursa berjangka, dan badan penyelenggara program jaminan sosial.
Hiruk-pikuk di kalangan pemerintah seputar pencalonan Gubernur Bank Indonesia selaku pimpinan otoritas moneter di Indonesia menggantikan pimpinan sebelumnya yang terganjal kasus aliran dana ke DPR RI beberapa waktu lalu. Mengapa begitu genting hingga akhirnya memunculkan nama Boedionon yang ketika itu menjabat Menko Perekonomian sebagai calon kuat menggantikan Burhanuddin. Apa dan bagaimanakah sesungguhnya lembaga yang disebut Bank Indonesia? Apa pula peranannya jika dikaitkan dengan konteks perekonomian? Bagaimanakah politik yang mungkin dimainkan dalam kekuasaan moneter?

Pendahuluan: Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral
Kita mengenal dua bentuk (sektor) dalam perekonomian, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil (real sector) adalah sektor perekonomian yang menggambarkan aktivitas nyata dan dapat dilihat dari suatu kegiatan ekonomi. Misalnya, aktivitas perdagangan seperti yang terdapat pada pasar barang maupun jasa. Dapat dilihat secara nyata di mana didalamnya terdapat aktivitas pertukaran antara barang dan uang (sebagai alat pembayaran). Lain halnya dengan sektor moneter yang hanya menggambarkan aliran uang atau kekayaan, tidak harus dapat dilihat secara nyata, akan tetapi memiliki pengaruh yang sama. Kita sebut saja kenaikan harga (inflasi) atau juga penurunan harga (deflasi). Perubahan atas harga yang berasal dari sektor riil adalah akibat dari adanya volume aktivitas perdagangan/transaksi. Sedangkan apabila ditinjau dari sisi moneter, maka perubahan harga diakibatkan oleh adanya volume aliran uang yang beredar. Segala sesuatu yang berhubungan dengan nilai uang dan kekayaan masuk ke dalam pengertian sistem moneter.
Mengendalikan atau memanajemen perekonomian dapat dilakukan dengan dua cara (kebijakan), yaitu kebijakan yang secara langsung mempengaruhi aktivitas perdagangan/transaksi dan kebijakan yang tidak secara langsung mempengaruhi aktivitas perdagangan/transaksi. Secara langsung, pemerintah dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian melalui kebijakan fiskal seperti pengenaan pajak dan pemberian subsidi. Kebijakan moneter disebut juga kebijakan yang secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian melalui instrumen-instrumen moneter. Salah satu instrumen moneter yang cukup populer adalah tingkat suku bunga (interest rate). Karena ada dua bentuk kebijakan, maka dalam mengatur/mengendalikan perekonomian, pemerintah harus memisahkan kekuasaannya (otoritas) di bidang moneter dari kewenangannya yang lebih terfokus pada bidang fiskal. Kewenangan dan otoritas di bidang moneter dimiliki oleh suatu kelembagaan atau institusi yang disebut Bank Sentral. Di Indonesia, bank sentral yang dimaksudkan di sini bernama Bank Indonesia (BI). Untuk menjaga keselarasan kebijakan di bidang moneter dengan kebijakan pemerintah, pihak pemerintah memiliki kewenangan untuk menunjuk atau merekomendasikan pimpinan bank sentral (Gubernur Bank Indonesia) dan sekaligus melantiknya. Sekalipun demikian, menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia disebutkan jika Bank Indonesia adalah lembaga yang bersifat independen.
Keberadaan institusi yang bernama Bank Indonesia ini sebenarnya mulai mendapatkan perhatian sejak tahun 1983, yaitu ketika Indonesia untuk pertama kali menggeser sistem moneter yang sebelumnya represif menjadi sistem moneter (keuangan) yang liberal melalui Paket Juni (Pakjun) 1983. Tugas pokok Bank Indonesia ketika itu adalah mengelola sistem keuangan nasional termasuk dalam mengendalikan atau mengelola nilai tukar (kurs) dengan tujuan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi tersebut, peran sistem keuangan sangat diperlukan guna memobilisasikan dana-dana dari pihak ketiga baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang selanjutnya akan disalurkan untuk membiayai investasi di dalam negeri. Jadi, aliran uang baik dalam bentuk kekayaan ataupun modal yang dipantau/diawasi oleh Bank Indonesia tidak hanya meliputi aliran yang ada di dalam negeri, akan tetapi aliran yang keluar atau masuk dari luar negeri.

Tugas Pokok Bank Indonesia: Moral
Pada prinsipnya, sekalipun tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan aktivitas di sektor riil, Bank Indonesia memiliki peran dan pengaruh yang sangat penting untuk mendukung tercapainya kesejahteraan yang adil dan merata seperti yang digariskan ke dalam Alenea Ke-4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Badan Pusat Statistik (BPS) yang setiap tahunnya merilis laporan mengenai perkembangan perekonomian selalu mengatakan bahwa kelompok ekonomi menengah ke bawah merupakan kelompok mayoritas dalam struktur perekonomian di Indonesia. Ini berarti, berdasarkan data statistik tersebut, kebijakan moneter melalui instrumen-instrumennya harus dapat memberikan manfaat maupun sasaran yang secara umum meningkatkan kesejahteraan kelompok menengah ke bawah tanpa mengabaikan upaya untuk mendukung struktur perekonomian di atasnya. Sekalipun kebijakan di bidang moneter berorientasi untuk memajukan kelompok ekonomi menengah ke atas, akan tetapi manfaatnya harus dapat diupayakan untuk bisa dirasakan oleh struktur perekonomian menengah ke bawah. Untuk dapat mewujudkannya, secara teknis Bank Indonesia memiliki tujuan dan tugas.
Dari sekelumit fungsi dan tugas yang dijalankan, yang paling utama sebenarnya adalah menegakkan sikap moral. Sesuatu yang tidak terlihat di mata dan tidak terjangkau oleh teori apapun, akan tetapi cukup mampu menjadi alasan tidak berjalannya sistem moneter dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya. Instrumen-instrumen moneter merupakan alat dari suatu kebijakan yang dijalankan dengan menggunakan asas/teori tertentu yang dianutnya. Secara umum, tugas pokok Bank Indonesia selama ini bertumpu pada aspek kesehatan keuangan bank dan aspek stabilias nilai mata uang Rupiah. Kegoyahan pada kedua aspek tersebut akan beresiko cukup besar menggoyahkan fundamen perekonomian nasional. Sejak deregulasi sektor keuangan tahun 1983, tidak banyak gebrakan di sektor moneter yang bisa dikatakan mampu menghsilkan fundamen perekonomian nasional yang kokoh. Kita bisa melihat bagaimana maraknya kasus kredit macet yang cukup banyak membuat kolas beberapa bank swasta nasional. Tidak kalah pula ternyata bank dengan status milik pemerintah juga memiliki kondisi serupa, yaitu tingkat kesehatan keuangan yang rendah. Puncaknya, masyarakat dikejutkan dengan merosotnya nilai mata uang Rupiah yang cukup tajam pada tahun 1998 selanjutnya mengawali keseluruhan krisis multi dimensional di negeri ini. Hingga saat ini pun, permasalahan di lingkup moneter masih terganjal dengan PR lama, yaitu Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum jelas ujung penyelesaiannya. Tidak sedikit masyarakat bahkan tidak mengetahui perihal kebijakan pemerintah yang meributkan urusan BLBI ini.
Keberpihakan, itulah yang menjadi salah satu ukuran moral yang juga perlu mendapatkan perhatian bagi otoritas moneter (Bank Indonesia) ketika melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengawasan dan pemantauan di lingkungan perbankan yang selama ini menjadi salah satu tugas pokok Bank Indonesia bukan dimaksudkan untuk mewudkan dan menjaga fungsi kelembagaan perbankan, akan tetapi juga memastikan fungsi kelembagaan perbankan tersebut mendukung keberpihakan untuk mendukung dan mewujudkan tujuan pembangunan nasional
Keberpihakan yang dimaksudkan di sini adalah memahamai jika keseluruhan kebijakan didasarkan sebagai upaya dasar untuk menyelesaikan masalah-masalah fundamental secara nasional. Seperti kita ketahui bahwa fundamen perekonomian nasional didominasi struktur perekonomian menengah ke bawah dan lemahnya sisi produksi secara nasional. Artinya, moral hazard yang dimaksudkan sebagai keberpihakan ini adalah memahami aspek permasalahan yang dihadapi oleh struktur ekonomi menengah ke bawah yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan instrumen-instrumen moneter yang dimilikinya.
Teori Moral
Ketika pertama kali saya mengenal dan mendapatkan kuliah tentang ekonomi moneter, saya begitu kagum dengan pandangan dan cara berpikir dari mazhab klasik, Keynesian, hingga monetaris. Tidak hanya itu, mereka berlomba-lomba untuk mempertahankan cara berpikirnya dengan menggunakan beragam model matematika yang cukup rumit. Uniknya, tidak satupun teori yang cukup lama bisa bertahan dari serangan pendapat (sanggahan ataupun penolakan) dari kelompok/mazhab lainnya. Masing-masing mazhab terlihat saling menyempurnakan pandangan ataupun teorinya hingga saat ini. Kesemuanya hanya untuk mengamati dan menjelaskan suatu fenomena ekonomi/moneter yang sering menjadi masalah dalam perancangan kebijakan.
Pada akhirnya, perdebatan di antara mazhab tersebut mengakui adanya unsur moral yang menyebabkan kontroversi penerapan teori-teori ke dalam kebijakan ekonomi dan moneter. Inilah yang kemudian disebut sebagai Moral Hazard. Devaluasi mata uang Rupiah dan bobroknya kondisi perbankan selama dekade 1980an hingga awal dekade 1990an menjelaskan peran Moral Hazard ke dalam kebijakan ekonomi dan moneter ketika itu. Moral Hazard masih dimunculkan kembali setelah krisis moneter pada tahun 1998 di mana hingga saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih belum bisa melepaskan imbas dari krisis tersebut. Hutang luar negeri masih menjadi satu-satu solusi akhir untuk menyelesaikan defisit anggaran pemerintah. Nilai tukar Rupiah yang hingga saat ini masih rentan terhadap resiko depresiasi terhadap nilai mata uang asing. Kekakuan SBI (BI Rate) yang semakin menjauhkan perbankan dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Moral Hazard menjadi satu-satunya yang menjelaskan ketidakefektifan teori-teori yang selama ini menjadi landasan kebijakan ekonomi dan moneter.
Polemik Gubernur Bank Indonesia
Institusi bank sentral dimpin oleh seorang Gubernur Bank Sentral. Di Indonesi, pimpinannya disebut juga sebagai Gubernur Bank Indonesia. Menurut ketentuan yang berlaku (Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia), Gubernur Bank Indonesia dipilih dan sekaligus dilantik oleh Presiden RI dengan persetujuan DPR (Pasal 41, Ayat 1, UU No 23 Tahun 1999). Apakah dengan seperti ini, seorang Gubernur Bank Indonesia dapat memimpin institusinya secara independen? Tidak ada yang salah dengan aturan yang telah ditetapkan dan tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan amandemen terhadap UU No. 23 Tahun 1999 jika alasannya terdapat pada persoalan independensi Bank Indonesia. Persoalannya sebenarnya justru terdapat pada mereka yang selama ini menjalankan aturan main terutama untuk urusan memilih pimpinan otoritas moneter di Indonesia. Independensi institusi seperti Bank Indonesia tergantung pada kepemimpinan yang dijalankan oleh Gubernur Bank Indonesia.
Dalam Pasal 40.c Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia disebutkan bahwa anggota Dewan Gubernur diharuskan memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum. Dalam bagian penjelasan hanya disebutkan jika pengalaman yang dimaksudkan adalah latar belakang karir yang berkaitan dengan bidang-bidang yang telah disebutkan terutama yang berkaitan dengan tugas Bank Sentral. Pengertian pengalaman di sini bisa dipersepsikan sebagai pengalaman yang berkaitan dengan aplikasi akademis ke dalam pekerjaan/tugas sesuai dengan bidang-bidang yang dimaksudkan. Apakah syarat ini cukup relevan untuk menjalankan kewajibannya selaku otoritas moneter? Apakah latar belakang akademis seperti yang disyaratkan sudah bisa menjamin akan mampu menjalankan peran otoritas moneter seperti yang diinginkan oleh seluruh Bangsa Indonesia?
Apakah sesungguhnya manfaat yang bisa diterima oleh pemerintah dalam kebijakannya pada Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang didalamnya masih terdapat ratusan triliun Rupiah utang swasta yang belum terselesaikan? Adakah manfaat secara riil yang bisa diterima oleh Rakyat Indonesia dari BLBI? Apa sesungguhnya teori ekonomi yang digunakan oleh pemerintah? Dalam kondisi perekonomian (sisi produksi) yang sedang mengalami kelesuan akibat tekanan dari sisi internasional, mengapa pihak Bank Indonesia masih ngotot tidak menurunkan SBI (BI Rate)? Apa teori dan dasar pertimbangan dari sikap Bank Indonesia terhadap SBI? Jika alasannya untuk mempertahankan kepentingan nilai tukar, lalu bagaimana menjelaskan banyaknya produsen dalam negeri yang kalah bersaing dengan produsen di luar negeri akibat sulitnya mendapatkan kredit usaha?
Jika pemerintah ingin menunjuk atau memilih Gubernur Bank Indonesia, termasuk pejabat-pejabat terasnya, ada baiknya apabila kandidat memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap perekonomian nasional. Hanya mendasarkan pada pengalaman di bidang akademis belumlah bisa dikatakan mencukupi. Para kandidat termasuk pejabat teras di lingkungan Bank Indonesia semestinya bisa menengok jauh di luar jendela mereka jika kenyataannya perekonomian nasional sesungguhnya masih didominasi oleh kelompok menengah ke bawah yang notabenenya adalah mereka yang memiliki kekuatan tawar yang rendah. Keberpihakan yang selama ini dianut di kalangan pejabat Bank Indonesia lebih banyak ditujukan untuk kepentingan golongan ekonomi atas yang notabenenya adalah kelompok dengan kapital/modal yang sangat kuat. Keberpihakan ini nampaknya perlu ditinjau kembali karena tidak sedikit di antara mereka yang mampu untuk mewujudkan kemandirian ekonomi hingga sekarang ini. Sementara itu, kelompok menengah ke bawah yang selama ini memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan nasional masih belum diberikan banyak kekeluasaan untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya sendiri. Apakah selama ini para pejabat di lingkungan Bank Indonesia memahami persoalan ini? Jika memang dibutuhkan suatu teori, sudah menjadi kewajiban dan tugas mereka untuk membuat penjelasan atau teori tersebut yang akhirnya bisa relevan dengan kondisi perekonomian nasional.
Saya pikir, kita tidak perlu berprasangka terlebih dahulu seputar soal pimpinan yang baru di Bank Indonesia yang pengesahannya oleh DPR RI sudah dilakukan tanggal 9 April 2008 lalu. Kita juga tidak perlu dulu banyak bertanya soal keterlibatan beliau dalam kasus BLBI semasa Bank Indonesia dipimpin oleh Syahril Sabirin. Kapabilitas beliu untuk memimpin lembaga pemegang otoritas moneter cukup meyakinkan hingga sejauh ini. Bukan suatu tugas yang mudah untuk memimpin suatu lembaga yang sarat dengan segala kepentingan politik. Yang perlu kita perhatikan adalah soal keberpihakan kebijakan yang nantinya akan beliau jalankan. Apakah beliau mampu mengubah cara pandang/pikir Bank Indonesia selaku Bank Sentral dalam perekonomian nasional? Bagaimanakah keberpihakan beliau nantinya terkait dengan upaya untuk mengangkat derajat ekonomi nasional dalam konteks internasional?
Catatan:
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia kemudian digantikan dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 yang isinya merevisikan beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya.


Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Perekonomian Indonesia
Sejarah Bank Dunia
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.
Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.
Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.
Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar.  Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.”
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah. Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI  “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar. Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sector
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of  poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1.    Kerugian dalam bidang ekonomi
·         Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
·         Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
·         Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
·         Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
·         Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.

2. Kerugian dalam bidang politik
·         Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik  yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.[]


Abstrak
Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral. Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena :
3.      Peranan Bank Dalam Pembangunan Nasional
Kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat.
4.      Peranan Bank dalam Pembagian Pendapatan Masyarakat
Dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1.    Penciptaan uang
2.    Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
3.    Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
4.    Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
5.    Penyimpanan Barang-Barang Berharga
6.    Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan  melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis


Daftar Pustaka

No comments:

Post a Comment